Kasus Korupsi Timah, Crazy Rich Helena Lim Divonis Lima Tahun Penjara
JAKARTA, InovasiNews.Com – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim di kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“Menyatakan terdakwa Helena Lim telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan kedua primer penuntut umum,” kata Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh membacakan vonis, Senin, 30 Desember 2024.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” imbuhnya.
Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Helena untuk membayar uang pengganti Rp900 juta paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Diketahui sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap Helena Lim selama delapan tahun penjara.
JPU menilai, Helena terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana selama delapan tahun,” kata JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 05 Desember 2024.
JPU juga menuntut bos PT Quantum Skyline Exchange (QSE) itu untuk membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun penjara. Tidak hanya itu, JPU juga menuntut Helena membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan ketentuan apabila Helena tidak membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup maka akan diganti dengan pidana penjara selama empat tahun,” ujar JPU.
Dalam perkara ini, Helena diduga berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey diduga menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 dolar Amerika Serikat (AS) per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim. (*/red)