AKADEMIK ANAK BANGSA DI UJUNG TANDUK
Tangerang-inovasiNews.com 20 April 2025 — Dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan tajam. Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) PERARI menduga telah terjadi degradasi serius dalam kualitas akademik dan karakter peserta didik. Dugaan ini mencuat setelah beredar viral video seorang siswi SMA yang tak mampu menjawab pertanyaan sederhana perkalian 12 x 2 yang dikemas dalam soal cerita dalam kanal youtube Kang Dedi Mulyadi. Fenomena ini bukan insiden tunggal, melainkan cermin dari retaknya fondasi pendidikan nasional.
Dalam keterangan resmi, YLPK PERARI menilai sistem pengajaran di Indonesia masih menganut pola lama berbasis hapalan, sementara negara lain telah beralih ke sistem pemahaman, penerapan, evaluasi, penetrasi, hingga pelaksanaan. “Kita masih sibuk menjejalkan data ke kepala anak, bukan membentuk cara berpikir mereka,” ujar Dedi, seorang aktivis pendidikan yang tergabung dalam YLPK PERARI.
Ironisnya, ketika ditanya tentang lagu viral di TikTok atau gerakan goyangan terbaru, anak-anak dengan sigap menjawab. Namun ketika menyangkut materi akademik, agama, dan kebangsaan, mereka bungkam. YLPK PERARI menduga bahwa minimnya pengawasan terhadap penggunaan media sosial dan game online turut menjadi pemicu disorientasi minat belajar anak.
“Kita sedang menyaksikan generasi muda yang lebih menghafal skin jagoan di game ML (Mobile Legends) dan FF (Free Fire), dibanding rukun iman dan rukun Islam,” tambah Dedi dengan nada prihatin. Menurutnya, ini bukan hanya krisis pendidikan, tapi juga krisis moral dan arah hidup.
YLPK PERARI menyayangkan lemahnya pengawasan dari Kementerian Pendidikan, Kominfo, dan lembaga perlindungan anak dalam menghadapi masifnya serangan konten digital yang merusak. Dugaan lemahnya sinergi antarinstansi menyebabkan anak-anak terpapar konten hiburan tanpa arah sejak dini.
Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, dinilai gagal melakukan lompatan kurikulum yang sesuai dengan tantangan zaman. Tidak hanya itu, YLPK PERARI juga menyoroti Dinas Pendidikan di berbagai daerah yang lebih sibuk mengejar angka kelulusan daripada kualitas lulusan. “Ini bukan sekadar soal angka, ini soal masa depan bangsa,” tegasnya.
YLPK PERARI juga mengingatkan pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam membentuk karakter anak sejak dini. Namun, dugaan minimnya edukasi digital dan lemahnya pembinaan spiritual di rumah dan sekolah menjadikan anak-anak kosong secara batin dan rapuh secara logika.
Lebih jauh, YLPK PERARI mengimbau agar pemerintah tidak sekadar mengejar pembangunan fisik dan infrastruktur, namun juga melakukan revolusi karakter melalui pendidikan yang visioner. Tanpa itu, generasi emas yang diimpikan akan menjadi generasi yang mudah diseret arus viral, bukan nilai.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, turut melontarkan kritik tajam. “Kalau anak-anak lebih hafal nama-nama hero di Mobile Legends daripada nama-nama Nabi, ini bukan salah mereka semata. Ini tanggung jawab kita semua orang tua, guru, pemerintah, dan para dai,” ujarnya.
Menurutnya, kemajuan teknologi yang tak dibarengi dengan pendidikan akhlak adalah bencana jangka panjang. Ia menegaskan bahwa pembinaan spiritual dan kecerdasan emosional harus menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional, bukan sekadar tempelan di jam pelajaran agama.
YLPK PERARI menyoroti pula hilangnya tradisi membaca Al-Qur'an sejak dini, serta melemahnya pendidikan adab di lembaga formal. "Dulu anak-anak bisa lancar membaca Qur’an sebelum masuk SD. Sekarang, ditanya rukun Islam saja masih tolah-toleh,” sindir mereka.
Untuk itu, YLPK PERARI mendesak agar Komisi X DPR RI, KPAI, dan Kemendikbud segera duduk bersama menyusun langkah penyelamatan akal dan adab anak bangsa. Jangan sampai anak-anak Indonesia menjadi ‘korban sah’ dari kelalaian sistemik yang terus dipertahankan atas nama stabilitas.
“Jika hari ini kita diam, maka dalam waktu dekat kita akan dipimpin oleh generasi yang viral di TikTok tapi gagap saat bicara visi bangsa,” pungkas pernyataan resmi YLPK PERARI. Menurut mereka, perubahan tidak bisa ditunda, dan penundaan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan negeri.
Melalui rilis ini, YLPK PERARI menyatakan siap menjadi mitra kritis dan strategis pemerintah dalam membenahi dunia pendidikan. Karena pendidikan bukan sekadar hak, tapi tanggung jawab kolektif seluruh komponen bangsa.
(Oim)