Aparat Hukum Didesak Telusuri MOU FIF dan BSN: Dugaan Praktik Penagihan Tidak Sah
Tangerang – inovasiNews.com Kasus penarikan kendaraan sepihak yang melibatkan FIF Cikupa dan PT. Bintang Sinergi Nusantara (BSN) terus memunculkan pertanyaan besar mengenai peran aparat hukum dalam mengawasi praktik-praktik yang terjadi. Dugaan kolaborasi antara kedua pihak ini menunjukkan adanya kemungkinan pelanggaran hukum yang serius, yang seolah tidak mendapat perhatian cukup dari aparat penegak hukum. Salah satu aspek yang perlu disorot adalah keberadaan Memorandum of Understanding (MOU) antara FIF dan BSN, yang diduga menjadi dasar bagi praktik penarikan unit kendaraan secara sepihak, tanpa prosedur hukum yang sah. Salah satu kendaraan yang terlibat dalam penarikan tersebut adalah dengan nomor polisi A.6865.XGC pemilik Rezi.
Aparat hukum yang berwenang, seperti Polres Kabupaten Tangerang, OJK, dan pihak terkait lainnya, perlu melakukan investigasi mendalam terhadap MOU yang ada untuk memastikan apakah terdapat potensi pelanggaran tersembunyi di balik perjanjian ini. Jika MOU tersebut benar ada, perlu diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa tidak ada klausul yang memungkinkan agen penagihan melakukan praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam klasifikasi KBLI 82911, agen penagihan diharuskan untuk bertindak sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku. Tindakan pemaksaan yang dilaporkan terjadi di jalanan Kelapa Dua jelas bertentangan dengan ketentuan tersebut dan perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang.
Lebih lanjut, jika MOU antara FIF dan BSN ternyata memberikan dasar yang salah bagi para agen penagihan untuk bertindak di luar batas, hal ini bisa berpotensi merugikan konsumen. Oleh karena itu, aparat hukum diharapkan untuk menyelidiki apakah ada unsur penyalahgunaan dalam perjanjian ini.
Dedi, Aktivis Sosial dan Wartawan Ajisaka.news, menambahkan: "Dalam konteks penarikan kendaraan sepihak yang melibatkan FIF dan BSN, kami sebagai aktivis sosial dan jurnalis merasa sangat prihatin. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya memberikan perlindungan dan keadilan.
Kami mendesak aparat hukum untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan pelanggaran ini dan memastikan bahwa tidak ada perusahaan yang beroperasi dengan cara yang merugikan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap perjanjian bisnis."
Jika terbukti bahwa MOU tersebut tidak sah atau mengandung unsur pemalsuan, aparat hukum harus bertindak tegas untuk membongkar praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat ini.
Terlebih lagi, jika MOU tersebut memungkinkan penarikan unit kendaraan sepihak tanpa keputusan pengadilan atau persetujuan dari konsumen, ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dilindungi oleh hukum. OJK, sebagai pengawas sektor keuangan, juga harus memastikan bahwa perusahaan leasing tidak terlibat dalam praktik yang merugikan konsumen.
Ustad Ahmad Rustam, Aktivis Kerohanian dan Anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, juga memberikan tanggapan: "Sebagai umat Muslim, kita diajarkan untuk selalu menjaga keadilan dan menegakkan hak-hak sesama, terlebih dalam masalah finansial dan hukum. Praktik penarikan kendaraan secara sepihak tanpa dasar yang sah bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Setiap individu berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hak-haknya. Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak, terutama aparat hukum, untuk bertindak adil dan tegas dalam menyelidiki dugaan pelanggaran yang terjadi, demi terciptanya masyarakat yang lebih beradab dan terlindungi."
Pihak aparat hukum yang terkait perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua praktik yang dilakukan oleh FIF dan BSN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jika ditemukan pelanggaran, tindakan hukum yang tepat harus diambil tanpa ada alasan untuk membiarkan pihak-pihak yang terlibat lolos dari jeratan hukum. Kejadian-kejadian seperti ini hanya akan semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan penegakan keadilan di Indonesia.
Dengan demikian, aparat yang berwenang diharapkan untuk menanggapi serius kasus ini, melakukan pemeriksaan terhadap MOU yang ada, dan tidak membiarkan praktik penagihan yang merugikan konsumen terus berlanjut tanpa tindakan tegas. Hukum harus tetap tegak, dan keadilan harus ditegakkan, terutama untuk melindungi hak-hak konsumen.
(Oim)