BAU BUSUK PROYEK MCK DI KECAMATAN GUNUNG KALER: TANPA PAPAN, TANPA PENGAWASAN, TANPA MALU!
TANGERANG – inovasiNews.com Dunia birokrasi kembali tercoreng. Proyek pembangunan fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang berlokasi di lingkungan Kantor Kecamatan Gunung Kaler diduga kuat sarat pelanggaran dan minim pengawasan. Proyek tersebut berjalan tanpa papan informasi, tanpa standar keselamatan kerja, dan tanpa kejelasan sumber anggaran. Proyek yang semestinya membawa manfaat bagi masyarakat ini, justru menimbulkan kecurigaan publik. Tidak adanya transparansi membuka ruang dugaan praktik yang tidak sesuai prosedur. Apakah ini bentuk kelalaian atau justru ada indikasi kongkalikong yang sengaja dibiarkan?
Pantauan awak media di lokasi menunjukkan sejumlah pekerja melaksanakan pembangunan tanpa Alat Pelindung Diri (APD). Tidak terlihat helm, sepatu safety, atau rompi proyek yang seharusnya wajib digunakan. Hal ini menunjukkan dugaan pengabaian terhadap prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah diatur dalam peraturan nasional.
Yang lebih mencengangkan, proyek ini berjalan tanpa papan informasi yang mencantumkan nama kegiatan, sumber anggaran, nilai kontrak, waktu pelaksanaan, volume pekerjaan, hingga nama pelaksana. Padahal semua itu merupakan standar minimal yang diatur dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dedi. K, seorang aktivis di Kabupaten Tangerang, angkat bicara. "Kalau seperti ini, bagaimana publik bisa percaya? Proyek ini terkesan sengaja ditutup-tutupi. Tidak ada informasi, tidak ada pengawasan. Ini bisa memicu dugaan praktik penyimpangan anggaran," ujarnya tegas.
Ia juga mempertanyakan sikap Kecamatan Gunung Kaler sebagai pihak yang seharusnya mengawasi kegiatan di wilayahnya. “Apakah pihak kecamatan memang tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu? Jika ini dibiarkan, maka bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan tingkat bawah.”
Dedi menegaskan bahwa pembangunan MCK memang penting dalam upaya meningkatkan sanitasi. Namun jika dilaksanakan tanpa keterbukaan, proyek tersebut kehilangan nilai manfaatnya. “Jangan sampai proyek publik hanya menjadi bancakan segelintir pihak,” tandasnya.
Dalam sistem pemerintahan yang sehat, proyek sekecil apapun tetap harus transparan. Ketika tidak ada papan kegiatan, dan pengawasan seolah lenyap, maka wajar jika publik mencurigai adanya indikasi penyimpangan.
“Kalau instansi di tingkat kecamatan saja membiarkan hal seperti ini, lalu ke mana fungsi kontrol dari dinas teknis? Apakah harus tunggu viral dulu baru bertindak?” tanya Dedi. “Harusnya Inspektorat Daerah, Dinas Perkim, hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa cepat turun, sebelum dugaan ini berkembang menjadi potensi kerugian negara.”
Dedi juga menyentil aparat birokrasi pengawasan internal. “Kalau proyek-proyek di lapangan tak dikontrol, untuk apa ada Inspektorat? Jangan tunggu BPK atau Badan Pengawasan Kepegawaian turun tangan karena laporan masyarakat. Penegakan integritas harus dimulai dari dalam.”
Ia menambahkan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga perlu mengecek apakah ada ASN yang terlibat dalam pelaksanaan proyek tanpa prosedur ini. “Jika memang terbukti, sanksi administratif harus ditegakkan.”
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Camat Gunung Kaler tidak merespons hingga berita ini diterbitkan. Tak ada tanggapan resmi dari pihak kecamatan maupun dinas terkait. Sementara itu, proyek tetap berjalan dalam senyap—dan publik hanya bisa bertanya-tanya: ada apa di balik proyek ini?
(Oim)