Kepala Cabang FIF Balaraja Bungkam, Arogansi Manajemen Semakin Kuat
Kunjungan langsung yang dilakukan jurnalis bersama aktivis Gerakan Anti Korupsi dan Penyelamatan Aset Negara (Gakorpan) Banten bersama wartawan media InovasiNews.com ke kantor FIF Balaraja, Senin (21/4), berakhir tanpa satu pun pernyataan dari pimpinan cabang. Ironisnya, pesan konfirmasi yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp juga tidak direspons, memperkuat dugaan sikap anti transparansi dari jajaran manajemen.
Padahal, kehadiran media bukan untuk memperkeruh suasana, melainkan menjalankan fungsi kontrol sosial dan memberi ruang klarifikasi. Namun sikap bungkam Kacab justru memantik pertanyaan publik: apakah benar ada sesuatu yang ingin disembunyikan?
Arif selaku humas Ylpk Perari Juga Kaperwil Banten media InovasiNews.com, turut mengecam sikap diam Kepala Cabang FIF yang dinilai sebagai bentuk arogansi lembaga pembiayaan terhadap konsumen dan media. Ia menegaskan bahwa tindakan semena-mena dalam penarikan kendaraan harus dihentikan, dan aparat wajib turun tangan.
“Kalau seperti ini terus dibiarkan, siapa pun bisa jadi korban berikutnya. Ini bukan sekadar soal kredit macet, ini soal penegakan hukum dan keadilan sosial. Jangan jadikan rakyat kecil sebagai objek kesewenang-wenangan,” tegas Arif dengan nada geram.
Kasus yang menimpa Mutia bukanlah sekadar persoalan kredit macet. Ini soal dugaan pelanggaran prosedur hukum dalam penarikan kendaraan. Penarikan yang dilakukan tanpa dokumen resmi, tanpa identitas jelas, dan tanpa berita acara penarikan sebagaimana diatur oleh regulasi, patut diduga sebagai bentuk intimidasi berkedok penagihan.
Lebih memprihatinkan lagi, surat elektronik yang dikirimkan oleh pihak FIF sebelumnya justru dianggap menyudutkan kerja jurnalistik dan memelintir narasi seolah-olah pemberitaan adalah hoaks. Bukankah ini bentuk pembunuhan karakter terhadap profesi pers?
Sikap demikian tidak hanya mencoreng citra perusahaan pembiayaan, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi dunia usaha di wilayah Balaraja. Keterbukaan informasi adalah hak publik. Jika lembaga sebesar FIF menolak transparansi, bagaimana nasib konsumen kecil lainnya?
Dalam konteks ini, publik juga patut mempertanyakan peran pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta lembaga perlindungan konsumen di Kabupaten Tangerang. Ke mana mereka saat rakyat kecil butuh perlindungan?
Tidak hanya itu, aparat penegak hukum pun layak disorot. Penarikan kendaraan bermotor tanpa prosedur hukum adalah pelanggaran nyata terhadap hak konsumen. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan terus menelan korban.
Lembaga Swadaya Masyarakat dan media yang angkat suara seharusnya diapresiasi, bukan dimusuhi. Dalam negara hukum, membela kebenaran bukan tindakan subversif, melainkan wujud tanggung jawab moral.
Humas DPD YPK PERARI Provinsi Banten, Aminudin, bahkan telah mengingatkan bahwa tindakan penarikan tanpa dasar hukum bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Pernyataan ini mestinya jadi alarm keras bagi para pelaku industri pembiayaan.
Dugaan arogansi dari kepala pimpinan FIF Cabang Balaraja tidak bisa dianggap remeh. Jika terus dibiarkan tanpa evaluasi internal dan pengawasan eksternal, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pembiayaan akan runtuh.
Kami menyerukan kepada OJK, DPRD Kabupaten Tangerang, dan seluruh unsur pemerintah terkait untuk segera turun tangan. Jangan sampai negara terlihat kalah oleh sekelompok penagih tanpa etika.
Media akan terus bersuara, sebab membungkam wartawan bukan solusi. Yang harus dijawab adalah pertanyaan publik, bukan dibungkam dengan diam yang mencurigakan.
(Oim)