Matel Brutal Kuasai Jalanan Tangerang: Penagihan Bodong dan Diamnya Aparat Penegak Hukum
TANGERANG — inovasiNews.com Jalanan Tangerang kembali diwarnai aksi brutal agen penagihan yang bertindak layaknya preman berseragam. Dugaan keterlibatan FIF Cikupa dan PT. Bintang Sinergi Nusantara (BSN) dalam praktik penarikan unit sepihak tanpa dasar hukum yang sah, menjadi preseden buruk dalam perlindungan konsumen dan penegakan hukum. Ironisnya, praktik ini berlangsung terang-terangan, sementara aparat seolah bungkam.
Kejadian tragis terbaru terjadi di kawasan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Seorang pengendara motor dicegat lebih dari dua orang yang mengaku sebagai debt collector. Mereka memaksa korban menyerahkan kendaraan dengan menyodorkan Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK) tanpa kop surat, tanpa legalitas. Alih-alih prosedural, ini adalah tindakan pemaksaan yang patut diduga sebagai tindak pidana.
Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, praktik ini menggambarkan dugaan kejahatan terorganisir. Korban diarahkan ke sebuah kantor yang disebut-sebut sebagai milik BSN di Kelapa Dua No. 28, tempat dokumen palsu didistribusikan seolah-olah punya kekuatan hukum. Apakah ini bentuk baru dari perampokan berjubah legalitas?
Dalam klasifikasi KBLI 82911, agen penagihan dilarang melakukan tindakan represif. Mereka harus tunduk pada norma, bukan kekuasaan jalanan. Lebih parah lagi, dugaan bahwa BSN menjalin kemitraan tidak resmi dengan FIF Cikupa memperkuat indikasi bahwa ini bukan lagi soal oknum, tapi sistem yang bobrok.
OJK sebagai otoritas keuangan semestinya memahami bahwa tidak ada mekanisme keagenan berlapis dalam hubungan leasing. Penyerahan kuasa kepada pihak ketiga tanpa kejelasan legalitas adalah pelanggaran serius terhadap prinsip akuntabilitas dan perlindungan konsumen. Mengapa OJK diam?
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 sudah jelas menyatakan, eksekusi objek jaminan fidusia tidak bisa dilakukan sepihak tanpa putusan pengadilan. Tapi di lapangan, hukum seolah dikalahkan oleh premanisme bermodal seragam dan stempel palsu. Di mana keberadaan polisi dalam kasus ini?
Aparat Polres Kabupaten Tangerang, seharusnya berdiri di garda depan menindak para pelaku. Pasal 365, 368, 335, bahkan 170 KUHP sudah cukup kuat untuk menjerat mereka. Tapi mengapa semua diam? Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Dari sisi hukum perdata, tindakan ini memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Ditambah lagi, klausul sepihak seperti BASTK tanpa dasar sah bisa digugat berdasarkan UU Perlindungan Konsumen. Lima tahun penjara dan denda miliaran bukan ancaman kosong. Namun mengapa tak satu pun pelaku diseret ke meja hijau?
Ustad Ahmad Rustam, tokoh kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, mengecam keras praktik ini. “Menarik kendaraan di jalanan seperti rampok bertopeng hukum adalah kezaliman yang nyata. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi penghinaan terhadap moral dan etika sosial,” tegasnya.
Aktivis sosial dan jurnalis Ajisaka.news, Dedi, menambahkan, “Kami menerima banyak laporan masyarakat. Mereka bukan hanya kehilangan kendaraan, tapi juga trauma akibat intimidasi. Ini bukan penagihan, ini pemaksaan. Dan negara gagal melindungi rakyatnya jika ini terus dibiarkan.”
Lantas, kepada siapa rakyat harus berharap? Ketika institusi hukum diam, ketika OJK bungkam, ketika pemerintah daerah sibuk pencitraan, rakyat ditinggalkan berhadapan dengan pemalak berbaju legalitas. Kepercayaan terhadap hukum perlahan mengikis, diganti rasa takut dan ketidakpastian.
Kami dari media menyerukan kepada seluruh lembaga terkait Polres Kabupaten Tangerang, OJK, Disperindag, hingga pihak leasing seperti FIF untuk segera bertindak. Jangan lindungi pelaku. Tindak tegas semua yang terlibat. Bongkar jaringan penagihan bodong ini hingga ke akar-akarnya.
Ini bukan sekadar soal kendaraan, ini soal nyawa, martabat, dan keadilan. Jika negara masih punya wajah, inilah saatnya menunjukkannya. Jangan biarkan jalanan Tangerang jadi panggung kezaliman para matel liar. Saatnya hukum berbicara, bukan hanya dibaca.
(Oim)