Pekerja PJU di Balaraja Terbang Tanpa Sayap Bak Spiderman — Tanpa Papan Proyek, Tanpa Safety, Tanpa Sertifikasi, Tanpa APD!
Tanggerang - inovasiNews.com Pekerjaan pemasangan 17 set tiang dan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) di sepanjang jalur irigasi Kalibaru, Kelurahan Balaraja, Kabupaten Tangerang, kembali menyoroti potret buram proyek-proyek pemerintah yang diduga sarat ketidakterbukaan dan pelanggaran terhadap aturan dasar. Ironis dan memprihatinkan, di lokasi proyek yang seharusnya menjadi wujud nyata kehadiran negara bagi rakyat, tidak terlihat satu pun papan informasi proyek yang memuat identitas kegiatan, nilai anggaran, waktu pelaksanaan, kerangka acuan kerja, maupun mekanisme pengawasan. Padahal, keberadaan papan proyek merupakan bentuk paling dasar dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran publik.
Tak hanya itu, menurut pantauan di lapangan, pekerjaan berlangsung tanpa perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yang seharusnya tercantum dan dibiayai melalui Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek. Situasi ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga bentuk nyata abainya pihak terkait terhadap keselamatan para pekerja.
Buyung, seorang aktivis sosial asal Balaraja, menyampaikan bahwa saat dirinya mempertanyakan hal ini ke para pekerja, pengakuan mengejutkan pun terungkap: tidak satu pun pekerja yang mengantongi sertifikat keahlian di bidangnya. Bukankah ini melanggar syarat minimal untuk proyek pemerintah?
Lebih memilukan lagi, para pekerja mengaku bahwa mereka hanya bagian dari subkontraktor, bukan pekerja dari perusahaan kontraktor utama. Jika benar, maka ada indikasi bahwa pekerjaan ini disubkontrakkan secara liar, sebuah praktik yang tak semestinya terjadi dalam sistem pengadaan pemerintah.
Parahnya lagi, pekerjaan pada ketinggian hanya dilakukan dengan menggunakan tangga kayu sederhana, tanpa safety belt, tanpa steger, dan tanpa standar keselamatan lainnya. Padahal, dalam RAB, anggaran keselamatan kerja pasti disediakan. Lalu, ke mana larinya dana itu?
Sorotan tajam juga mengarah pada kejanggalan titik penanaman tiang PJU. Salah satunya terletak di samping kawasan industri milik PT. Success Furniture Steel, tepatnya di Kampung Baru RT.04/04, Kelurahan Balaraja jauh dari permukiman warga. Penempatan ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah lokasi tersebut layak diprioritaskan dibanding wilayah yang benar-benar membutuhkan penerangan untuk keselamatan dan aktivitas masyarakat?
Sebagai perbandingan, Jalan Baru menuju Makam Salak yang dikenal rawan begal dan nyaris gelap gulita setiap malam justru tidak masuk dalam titik pemasangan. Lalu, apa sebenarnya kualifikasi penentuan titik pemasangan PJU ini? Jika memang mengacu pada zonasi wilayah kelurahan, seharusnya ada pemerataan dan skala prioritas berdasarkan kebutuhan warga.
Banyak kampung padat penduduk seperti Kampung Untut, Kampung Bakung, dan Kampung Ilad justru lebih layak mendapatkan penerangan karena fungsinya mendukung mobilitas warga, keamanan lingkungan, serta aktivitas sosial masyarakat.
Apakah penentuan titik pemasangan tiang ini atas dasar kebutuhan publik atau pesanan korporasi? Pertanyaan itu menyeruak karena dugaan bahwa proyek ini bukan semata-mata untuk kepentingan rakyat, melainkan "by order" dari perusahaan tertentu.
Lebih ganjil lagi, di lokasi yang sama sebelumnya telah berdiri beberapa tiang namun hanya berupa tiang kosong tanpa lampu. Ironisnya, tiang-tiang tersebut berdiri berdampingan dengan tiang lain yang diduga kuat akan digunakan sebagai penyangga perangkat WiFi. Kok bisa begitu? Sudah mengantongi segala izin kah? Apa dasar pertimbangannya? Siapa pemilik tiang-tiang itu? Dan yang paling penting apa kualifikasi atau urgensi penempatan fasilitas di titik tersebut?
Buyung menyoroti bahwa ketiadaan papan proyek bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga berdampak pada aspek keselamatan kerja dan akuntabilitas publik.
“Papan proyek itu bukan hanya soal transparansi anggaran, tapi juga berkaitan langsung dengan keselamatan kerja. Dari situ masyarakat bisa tahu siapa penanggung jawab proyek, jangka waktu pengerjaan, dan apakah pekerjaan itu sesuai standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Tanpa informasi⁰ ini, pekerja dan warga sekitar sama-sama berada dalam risiko,” ungkapnya.
Pekerjaan publik dengan anggaran rakyat semestinya diawasi dan dijalankan dengan standar hukum yang jelas. Jika proyek ini terbukti melanggar, maka bukan hanya kontraktor yang harus ditindak, tetapi juga pejabat yang membiarkannya.
Ia juga menambahkan bahwa keterbukaan informasi publik adalah hak konstitusional warga negara. “Kita bicara soal uang rakyat. Maka sudah seharusnya setiap proyek yang dibiayai APBD atau APBN diumumkan secara terbuka, minimal lewat papan proyek yang informatif dan lengkap. Ini soal membangun kepercayaan publik dan mencegah penyimpangan,” tegas Buyung.
Proyek pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kecamatan Balaraja bukan hanya menyisakan tanda tanya, tapi juga membuka ruang kritik tajam terhadap berbagai dinas yang seharusnya bertanggung jawab. Mulai dari Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang sebagai pihak teknis yang mengurusi tata kelola PJU, Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pemakaman yang semestinya terlibat dalam penataan kawasan, hingga Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang mestinya memastikan pekerjaan dilakukan sesuai standar teknis, estetika, dan keselamatan.
Lebih jauh lagi, Inspektorat Daerah dan Dinas Komunikasi dan Informatika juga layak disorot. Ketika tiang-tiang mencurigakan berdiri berdampingan dengan dugaan proyek WiFi tanpa informasi yang jelas, seharusnya ada investigasi lintas sektoral. Ke mana pula peran Dinas Tenaga Kerja yang wajib mengawasi aspek keselamatan kerja para pekerja? Tanpa alat pelindung diri, tanpa pengawasan, bahkan tanpa papan proyek ini bukan hanya soal kelalaian, tapi bisa jadi bentuk pembiaran sistemik.
Ketidakterlibatan atau ketidakpedulian aparat kecamatan dan kelurahan juga patut dipertanyakan. Bagaimana mungkin proyek berskala publik bisa berjalan di wilayah mereka tanpa kejelasan administrasi, pengawasan sosial, dan transparansi anggaran? Sudah saatnya semua pihak berhenti saling lempar tanggung jawab. Jika proyek seperti ini terus dibiarkan tanpa evaluasi serius, maka yang dikorbankan bukan hanya uang negara, tapi juga rasa keadilan dan keselamatan warga.
Kami berharap aparat penegak hukum, lembaga pengawas internal pemerintah, dan para pemimpin daerah segera turun tangan. Bedah tuntas proyek ini, buka semua dokumennya, da hadirkan keadilan untuk rakyat Balaraja. Karena jika tidak, rakyat sendiri yang akan mencatat siapa saja yang berpihak pada kebenaran, dan siapa yang membiarkan ketidakadilan tumbuh subur.
(Oim)