Penarikan Paksa di Jalan Raya, Aksi “Matel Jalanan” Tantang Wibawa Negara Hukum
Tangerang – inovasiNews.com Praktik penarikan unit kendaraan secara paksa di jalan raya kembali menimbulkan keresahan publik. Terbaru, seorang pengendara di wilayah Kelapa Dua menjadi korban sekelompok orang yang mengaku sebagai agen penagih utang. Mereka menghadang di tengah jalan, mengerubungi kendaraan, lalu membawa pergi motor tersebut tanpa prosedur hukum yang jelas.
Aksi ini diduga dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan PT. Bintang Sinergi Nusantara (BSN), perusahaan yang mengklaim sebagai mitra leasing. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan legalitas dan metode yang digunakan oleh perusahaan tersebut.
“Jika merujuk pada KBLI 82911, kegiatan usaha penagihan harus dilakukan melalui jalur resmi surat, telepon, atau kunjungan sah bukan menghadang orang di jalan seperti preman,” tegas Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten.
Lebih lanjut, ia menyoroti kelemahan pengawasan dari OJK dan Kementerian Hukum dan HAM. “Kalau PT. BSN legal, OJK patut disalahkan karena lalai mengawasi. Kalau tidak legal, kenapa dibiarkan beroperasi?” tambahnya.
Berdasarkan investigasi AJISAKA.NEWS, tidak sedikit korban yang mengalami perlakuan serupa. Para penagih bermodal surat kuasa dari leasing yang tidak memiliki kekuatan hukum eksekusi. Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 sudah menegaskan: penarikan sepihak tanpa putusan pengadilan adalah tindakan melawan hukum.
Aktivis sosial Kabupaten Tangerang yang juga wartawan AJISAKA.NEWS, Dedi Kurniawan, menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak bisa lagi berlindung di balik dalih sengketa perdata. “Begitu tindakan penarikan disertai intimidasi atau kekerasan, itu sudah masuk ranah pidana. Pasal 365, 368, bahkan 170 KUHP bisa diterapkan untuk menjerat pelaku,” ujarnya tegas.
Ia juga menantang DPRD Kabupaten Tangerang untuk bersikap. “Masyarakat butuh perlindungan, bukan pembiaran. Ini sudah soal keselamatan sipil. Negara tidak boleh tunduk pada debt collector bermodal surat kuasa leasing.”
Dedi juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil terutama ormas dan LSM di Kabupaten Tangerang untuk tidak tinggal diam. “Ini momentum untuk bersatu. Jangan biarkan warga kecil diintimidasi atas nama hukum. Ormas, LSM, dan tokoh masyarakat harus ikut turun tangan, memberi pendampingan hukum dan tekanan moral kepada pihak berwenang agar tidak membiarkan praktik semacam ini terus berlangsung,” serunya.
Menurutnya, kekuatan sipil yang terorganisir bisa menjadi benteng terakhir ketika hukum gagal melindungi rakyat. “Kalau negara diam, maka masyarakat harus bersuara. Kita punya tanggung jawab moral dan sosial untuk melawan premanisme berkedok korporasi.”
Aji Saka Manajemen mendesak OJK, Kemenkumham, kepolisian, dan Pemkab Tangerang agar segera melakukan penyelidikan terhadap praktik penagihan semacam ini dan menertibkan perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran.
“Sudah waktunya kita katakan cukup. Negara hukum tidak boleh kalah oleh ‘matel jalanan’ yang merusak wajah keadilan,” Dedi.
(Oim)