Praktik Kotor Oknum di Jalan Sentiong desa Tobat Kecamatan Balaraja
Tangerang – inovasiNews.com Pada tanggal 19 Februari 2025, media Ajisaka.news membeberkan dugaan praktik kotor yang terjadi di Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, yang melibatkan oknum pengurus desa dalam pungutan liar di lapak-lapak ilegal yang semakin marak di Jalan Sentiong. Pungutan yang diduga dijalankan oleh oknum ini, dengan tarif mencapai Rp2 juta per titik, Rp500 ribu setiap bulan, dan Rp10 ribu per hari, semakin memunculkan kecurigaan terkait aliran dana yang tidak jelas dan penggunaan ruang publik yang semena-mena.
Kondisi jalan di kawasan tersebut semakin memburuk. Lapak-lapak liar yang mendominasi separuh ruas jalan semakin menggerogoti ruang publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Kemacetan parah yang timbul setiap pagi dan sore hari menjadi bukti nyata betapa buruknya pengelolaan infrastruktur yang ada. Namun, tak ada intervensi serius dari pihak berwenang yang dapat mengatasi masalah ini.
Salah seorang pemilik lapak yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pungutan tersebut mencakup biaya "registrasi titik lapak" yang besarnya mencapai Rp2 juta, selain biaya sewa sebesar Rp500 ribu setiap bulan. Tak hanya itu, mereka juga diwajibkan membayar Rp10 ribu per hari untuk biaya listrik dan pengelolaan sampah. Pernyataan ini mengindikasikan adanya kewajiban dari pihak tertentu yang mengarah pada dugaan keterlibatan oknum yang sengaja menciptakan aturan semu untuk kepentingan pribadi.
Para pengguna jalan yang telah lelah menghadapi kemacetan ini pun menyuarakan keluh kesah mereka. "Mikir gak sih yang kasih izin pedagang liar ini? Tiap pagi dan sore macetnya parah, sering terlambat kerja karena kemacetan pasar liar ini. Jelas ada permainan oknum dalam pungutan ini," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, menggambarkan rasa frustasi masyarakat yang semakin terabaikan hak-haknya atas kelancaran akses jalan.
Dugaan keterlibatan oknum pengurus desa dalam pungutan liar ini semakin menguat seiring dengan kesaksian warga yang mengungkapkan bagaimana praktik tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana sebenarnya aliran dana yang diduga mengalir ke kantong pribadi oknum-oknum tersebut?
Dalam merespons dugaan ini, masyarakat setempat menuntut agar aparat penegak hukum segera turun tangan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aparat Penegak Hukum (APH), dan Inspektorat Kabupaten Tangerang diharapkan untuk melakukan inspeksi mendalam guna mengungkap dalang di balik skema pungutan liar ini yang telah merugikan banyak pihak.
Jika tidak segera ditangani, praktik-praktik semacam ini hanya akan memperparah kemacetan yang sudah sangat mengganggu masyarakat, dan pada gilirannya merusak tata kelola pemerintahan di tingkat desa. Warga pun mulai merasakan bahwa aturan yang ada seolah dapat dibeli oleh segelintir oknum demi keuntungan pribadi, mengabaikan hak publik yang seharusnya dilindungi.
Kekecewaan masyarakat semakin memuncak. Mereka tak lagi puas hanya dengan pernyataan atau retorika kosong dari pemerintah. Masyarakat membutuhkan aksi nyata, tindakan tegas yang dapat mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan bahwa hak-hak warga tidak terabaikan. Tanpa langkah konkret, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat akan semakin terkikis, yang pada akhirnya hanya akan merugikan seluruh lapisan masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah Kecamatan Balaraja melalui Camat Wili Fatria mengungkapkan bahwa penertiban lapak-lapak ilegal di Jalan Sentiong – PT Adis akan segera dilakukan. Rencana penertiban ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk Ketua LSM Geram, Alamsyah. Menurutnya, penertiban ini sangat diperlukan untuk menata kembali kondisi jalan dan menghindari kemacetan yang semakin parah.
Dalam hal ini, Ustad Ahmad Rustam, seorang aktivis kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, turut memberikan pandangan kritis. Beliau menegaskan,
"Sebagai umat Islam, kita harus berpikir secara jernih dan adil. Praktek pungutan liar yang melibatkan oknum pengurus desa adalah bentuk ketidakadilan yang merugikan masyarakat. Pungutan yang tidak sesuai dengan hukum ini merusak moral dan tata kelola pemerintahan yang seharusnya menyejahterakan rakyat."
Menurut Ustad Ahmad Rustam, tindakan yang tidak transparan dan melanggar prinsip keadilan sosial akan membuat masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai keadilan yang seharusnya ditegakkan dalam Islam. Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat dan aparat untuk bekerja sama dalam memberantas praktik seperti ini, serta memastikan setiap kebijakan dan tindakan yang diambil berlandaskan pada kejujuran dan keadilan.
Namun, meski rencana penertiban sudah diumumkan, pertanyaan besar tetap muncul: Apakah penertiban ini akan benar-benar dilakukan dengan tegas dan transparan, ataukah hanya akan menjadi wacana yang tak pernah terwujud? Warga menunggu bukti nyata dari janji pemerintah yang diharapkan dapat membawa perubahan signifikan bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Hingga saat ini, masyarakat terus memantau perkembangan situasi dan berharap agar pihak berwenang tidak hanya terfokus pada pemecahan masalah sementara, tetapi juga pada pengungkapan akar masalah yang lebih dalam, yakni dugaan keterlibatan oknum-oknum yang memperburuk keadaan ini.
Pernyataan Camat Balaraja dan upaya penertiban yang direncanakan pada Rabu, 23 April 2025, diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik bagi warga. Namun, harapan besar tetap ada agar tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Penertiban yang sesungguhnya harus bersifat menyeluruh dan transparan.
Dalam hal ini, warga tetap menuntut agar pengungkapan dan penindakan terhadap dugaan praktik pungutan liar ini segera dilakukan dengan tegas. Jangan sampai, praktik-praktik semacam ini menjadi normalisasi yang merusak tatanan sosial dan hukum yang ada.
(Oim)