Sekolah Lebih Sibuk Selenggarakan Acara Seremonial Ketimbang Siapkan Masa Depan Siswa
Banten - inovasiNews.com Sejumlah kalangan mulai menyoroti maraknya program seremonial yang diselenggarakan oleh banyak sekolah, seperti study tour, wisuda, dan pelepasan kelulusan yang dianggap tidak memberikan dampak signifikan terhadap kualitas pendidikan siswa. Program-program tersebut, menurut dugaan banyak wali murid, justru kerap menjadi beban finansial yang memberatkan. Beberapa orang tua mengaku harus mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk kebutuhan acara yang dinilai lebih bersifat hiburan ketimbang edukasi.
“Anak-anak seharusnya dibekali keterampilan, bukan dijejali acara jalan-jalan dan pesta seragam,” ujar seorang wali murid di kawasan Banten yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan muncul bahwa kegiatan semacam itu hanya menjadi ajang pamer dan pemborosan, tanpa manfaat jangka panjang bagi kesiapan siswa menghadapi tantangan masa depan, terutama persaingan global yang semakin ketat.
Para pemerhati pendidikan mengingatkan bahwa Indonesia akan menghadapi puncak tantangan pasar bebas pada tahun 2030, seiring meningkatnya kompetisi di era digital dan revolusi industri 5.0. Namun, menurut mereka, sekolah-sekolah justru masih terjebak dalam budaya selebrasi.
“Kalau sekarang tidak dipersiapkan, anak-anak kita akan kalah bersaing. Dunia kerja tidak menanyakan pernah study tour ke mana, tapi apa yang bisa kamu lakukan,” ungkap seorang aktivis pendidikan dari Tangerang.
Sebagai perbandingan, banyak negara seperti Tiongkok (Cina) telah mempersiapkan generasi mudanya dengan kecakapan digital sejak usia dini. Berkembang bahwa sistem pendidikan mereka lebih fokus pada keterampilan masa depan dibandingkan sekadar kegiatan simbolis.
Di beberapa sekolah dasar di Tiongkok, siswa telah diperkenalkan dengan teknologi kecerdasan buatan, pemrograman, dan robotika. Pemerintah mereka mendorong pendidikan yang menekankan sains dan karakter bangsa, bahkan di daerah pinggiran.
Sementara itu, banyak sekolah di Indonesia diduga masih menjadikan kegiatan akhir tahun seperti pelepasan dan wisuda sebagai program utama yang menguras waktu dan dana wali murid.
Tidak sedikit guru dan kepala sekolah yang berdalih bahwa program seperti study tour bertujuan mempererat hubungan antar siswa dan memberi pengalaman baru. Namun, beberapa pihak mempertanyakan urgensi program tersebut dibandingkan pembekalan keterampilan nyata.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, turut mengkritisi fenomena ini. “Dalam Islam, pendidikan adalah amanah. Ketika amanah itu digunakan hanya untuk mengejar popularitas dan hura-hura, maka itu bentuk kelalaian. Kita harus kembalikan orientasi pendidikan kepada pembentukan akhlak, ilmu, dan persiapan hidup, bukan sekadar seremoni,” ujarnya.
Seruan serupa datang dari lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat yang menilai perlunya evaluasi terhadap kebijakan sekolah yang berorientasi pada kegiatan simbolik. Mereka mendorong agar fokus utama pendidikan kembali pada pembinaan karakter dan keterampilan masa depan.
“Ini bukan soal anti kesenangan, tapi soal prioritas. Jika kita tak mengubah arah dari sekarang, bisa jadi kita hanya menyiapkan generasi pamer, bukan generasi pemenang,” tutup seorang penggerak literasi yang aktif di Balaraja.
(Oim)