Ustad Ahmad Rustam: Kebersihan Adalah Iman, Tapi Mengapa Balaraja Kotor dan Berbayar,Pihak Kecamatan Belaraja Tutup Mata
Tangerang inovasiNews.com Fly over Balaraja yang seharusnya menjadi simbol kemajuan wilayah, kini justru menyuguhkan pemandangan memalukan: tumpukan sampah menggunung di sisi kiri dan kanan jalan. Setiap hari warga melintasi titik ini, namun seolah tak ada tindakan nyata dari pemerintah setempat. Sebuah ironi mencolok di tengah slogan kebersihan yang digaungkan sebagai bagian dari iman.
Persoalan sampah di Balaraja bukanlah hal baru. Isu ini telah berulang kali disorot media, dibahas dalam forum warga, hingga menjadi pokok bahasan dalam rapat-rapat resmi di tingkat kecamatan. Namun hingga kini, belum terlihat perbaikan yang berarti. Ironisnya, justru muncul dugaan adanya praktik pungutan liar yang disamarkan sebagai retribusi pengelolaan sampah.
Sejumlah warga menyebut adanya oknum yang melakukan penarikan uang dengan alasan biaya pengelolaan sampah. Namun faktanya, tidak ada tempat pembuangan yang layak. Titik-titik pembuangan liar tetap menjamur dan mencemari ruang publik strategis. Pertanyaannya: ke mana sebenarnya aliran dana itu?
Jika benar terjadi penarikan tanpa pengelolaan yang layak, maka ini bukan sekadar persoalan administratif. Dalam perspektif Islam, ini termasuk bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik. Mengambil upah atas tugas publik namun tidak menunaikannya dengan benar adalah kezaliman. Bahkan, dalam syariat Islam, tindakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai ghulul—penggelapan amanah yang berat pertanggungjawabannya di akhirat.
Kritik keras juga disampaikan oleh Ustad Ahmad Rustam, seorang tokoh kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten. Ia menegaskan bahwa retribusi tanpa tanggung jawab merupakan bentuk kebobrokan moral yang nyata. “Kalau sampah saja tak bisa diurus, bagaimana bisa bicara pembangunan? Jika uang diambil tapi tugas diabaikan, maka itu jelas pengkhianatan,” tegasnya.
Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan. Rasulullah SAW bersabda bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Maka, membiarkan lingkungan kotor, apalagi disertai praktik pungutan yang tidak transparan, adalah bentuk kemunduran moral yang tidak bisa ditoleransi. Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 188 mengingatkan: "Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil."
Kondisi yang sama terlihat di Jalan Baru arah Pasar Sentiong, Kecamatan Balaraja. Tumpukan sampah telah berminggu-minggu tidak diangkut. Bau menyengat dan pemandangan yang mengganggu menjadi keluhan harian warga. Bahkan genangan air yang terhalang tumpukan sampah menyebabkan pengguna jalan jatuh sebuah situasi yang mengancam keselamatan.
Warga menuturkan bahwa laporan sudah disampaikan ke pihak pemerintah desa. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan konkret. Masing-masing pihak, baik desa maupun kecamatan, terkesan saling lempar tanggung jawab. Ini menandakan lemahnya koordinasi dan kurangnya kesadaran akan pelayanan publik.
Kepala UPT 2 DLHK Balaraja, Pajar, saat dihubungi wartawan hanya memberikan jawaban normatif: “Siap segera ditindaklanjuti. Kemarin sudah bersih tapi muncul lagi sampah liar.” Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah DLHK hanya bertugas membersihkan saat ramai diberitakan, atau memang memiliki sistem pengawasan yang berkelanjutan?
Tokoh masyarakat menuntut perubahan. “Kami tidak butuh janji, kami butuh sistem. Sampah ini bukan hal baru, tapi mengapa belum ada mekanisme tetap dan sanksi bagi pelanggar?” tegas seorang warga. Ia juga menambahkan bahwa gerakan gotong royong tak akan cukup jika tak dibarengi kehadiran nyata dari pemerintah.
Masalah sampah ini bukan hanya persoalan teknis, tapi menyangkut nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan beragama. Ketika kebersihan tak dijaga, ketika uang rakyat dikelola tanpa pertanggungjawaban, maka hilanglah kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Dan dalam Islam, pemimpin yang khianat adalah pemimpin yang kelak dimintai pertanggungjawaban paling berat.
Balaraja adalah wilayah yang dikenal sebagai tanah para santri dan majelis ilmu. Namun ilmu yang tidak diamalkan akan menjadi beban. Apalah arti tausiyah dan pengajian, jika lingkungan tetap kotor dan kebijakan publik dipenuhi tipu daya? Kebersihan harus dimulai dari keteladanan, bukan sekadar imbauan.
Sudah saatnya evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap kinerja UPT 2 DLHK Balaraja.
Masyarakat berhak tahu ke mana uang retribusi digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas penumpukan sampah, dan apa solusi jangka panjang yang ditawarkan. Jika tidak sanggup menjawab, maka reformasi struktural bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
(Oim)