YLPK PERARI Sentil Keras Krisis Sampah di Legok, Panongan, dan Korelet: Jangan Biarkan Rakyat Hidup di Kubangan Sampah!
Tangerang – inovasiNews.com YLPK PERARI DPD Provinsi Banten menyampaikan kritik keras terhadap kondisi lingkungan yang memprihatinkan di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang akibat tumpukan sampah yang berserakan, berbau, dan menimbulkan belatungan. Lembaga ini menilai ada dugaan pembiaran sistematis yang dilakukan oleh pihak-pihak berwenang. Titik-titik yang menjadi sorotan utama berada di Desa Babat samping gerbang Perumahan Talaga (Kecamatan Legok), seberang gerbang PT LG (Legok), depan sawah di Jalan Raya Panongan sebelum kantor kecamatan, dan beberapa titik sepanjang Jalan Raya Korelet. Semuanya didapati dalam kondisi jorok, beraroma busuk, dan mencemari pandangan mata maupun udara.
Menurut penelusuran awal tim YLPK PERARI, lokasi-lokasi tersebut bukan hanya menjadi tempat pembuangan liar, tetapi juga menunjukkan indikasi kurangnya infrastruktur tempat penampungan sementara (TPS) dan minimnya edukasi kepada warga. Diduga, ini adalah bentuk kelalaian pemerintah setempat dalam menjalankan kewajibannya menjaga lingkungan.
“Kami tidak akan diam. Rakyat Banten tidak pantas hidup di antara gunungan sampah dan lalat. Ini bukan daerah kumuh, ini kabupaten strategis yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota!” tegas Dedi salah satu pengurus YLPK PERARI saat ditemui di lokasi investigasi.
Lembaga ini juga menyoroti diamnya aparat penegak hukum dan tidak tampaknya tindakan tegas dari Satpol PP maupun instansi pengawasan lingkungan terhadap para pelaku pembuang sampah sembarangan. Ada dugaan pembiaran, atau bahkan ketidakseriusan dalam menegakkan Perda No. 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.
YLPK PERARI menyentil keras para camat, lurah, dan kepala desa yang menurut pantauan mereka, seolah menutup mata terhadap permasalahan yang terus menggunung. "Lihat sendiri, lokasi-lokasi ini bukan di dalam gang sempit, tapi di jalan raya utama! Kok bisa dibiarkan begitu lama?" kritik mereka dengan nada tinggi.
Dalam Pasal 28H UUD 1945, disebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan membiarkan sampah menumpuk hingga menimbulkan belatung dan penyakit, YLPK PERARI menilai telah terjadi dugaan pelanggaran hak konstitusional warga.
Lembaga ini menuntut Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang untuk segera mengambil langkah konkret. “Jangan hanya rapat dan buat roadmap. Kami butuh aksi lapangan. Angkut itu sampah, edukasi masyarakat, dan sediakan TPS dengan sistem terjadwal,” kata salah satu tim advokasi hukum YLPK.
Kritik juga dilayangkan pada DPRD Kabupaten Tangerang yang hingga kini dinilai tidak lantang bersuara. “Wakil rakyat bukan hanya hadir saat reses atau menjelang pemilu. Saat rakyat mengeluh karena sampah dan penyakit, di mana suara kalian?” sindir YLPK PERARI dengan tajam.
YLPK PERARI menyampaikan bahwa bila dalam 14 hari ke depan tidak ada tindakan nyata dari pemerintah daerah, maka mereka siap melayangkan surat resmi ke Ombudsman RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta menggandeng media untuk mengawal kasus ini secara nasional.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis dakwah sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, memberikan sentilan keras terhadap semua pihak yang terlibat. “Ini bukan sekadar sampah, ini simbol kelumpuhan kepemimpinan dan mati rasa sosial. Pemerintah daerah harusnya malu! Mereka digaji dari pajak rakyat, tapi rakyat dibiarkan hidup berdampingan dengan belatung dan bau busuk.
Dalam Islam, pemimpin yang abai pada urusan umat akan dimintai pertanggungjawaban yang berat di akhirat,” tegasnya. Ia menambahkan, “Kalau kepala desa, camat, dinas, dan wakil rakyat tidak mampu menjaga kebersihan tanah tempat mereka berdiri, bagaimana mungkin mereka bicara pembangunan dan kesejahteraan? Ini bukan zaman penjajahan, tapi rakyat masih hidup dalam keadaan dijajah oleh tumpukan sampah akibat kelalaian negara sendiri!”
Di sisi lain, masyarakat juga diimbau untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan. Namun, kesadaran masyarakat harus dibarengi dengan sarana yang memadai. “Jangan salahkan rakyat kalau negara absen dari tanggung jawab dasarnya,” tambah mereka.
“Kami tidak sekadar mengkritik, kami siap bantu. Tapi jangan jadikan kami pemadam kebakaran atas kelalaian sistemik. Kami butuh reformasi pengelolaan lingkungan di Kabupaten Tangerang!” pungkas pengurus bidang lingkungan YLPK PERARI DPD Banten.
Rilisan ini menjadi pengingat bahwa krisis lingkungan bukan isu pinggiran. Ketika sampah menumpuk dan belatung berserakan, itu bukan hanya soal bau itu soal martabat sebuah daerah. Dan martabat itu, sedang dipertaruhkan.
(Oim)